Senin, 20 September 2010

Coba-coba jadi penulis..
hehe.. baca ya.. tp lum tau judul yg tepat ap wt cerita ini..
*cerita ini hanya fikif belaka,,,,,,....
PROLOG
Kugerakkan kaki kecilku menuruni bukit-bukit indah. Keelokan bunga edelweis menambah pesona alami terpancar dari lembah di balik gunung. Kulihat senyum sahabat-sahabat lama, tangan-tangannya melambai ke arahku seakan-akan mereka memberi isyarat agar aku datang menemuinya. Selamat pagi, waktunya minum obat,” suara perawat di kamar VIP membuat aku terbangun dari tidur. Kubenarkan letak bantal yang setia menjadi alasku bermimpi selama tiga minggu ini. “Hari ini kamu boleh pulang, nanti akan ada perawat yang akan menjaga kamu. Jangan lupa obat harus diminum,” kata suster sambil membantuku minum obat. Tangannya melayaniku memancarkan keikhlasan, seulas senyum di bibirnya menunujukkan keramahan, sinar matanya memancarkan kebaikan dan tutur katanya membuat orang disekelilingnya berani mengatakan, suster cantik yang baik. “Suster, apa keinginan terbesar yang ingin diwujudkan saat ini?” tanyaku sebelum perawat dengan tubuh yang tinggi itu pergi meninggalkan kamar yang di huni seorang gadis pemimpi. Suster itu berbalik ke arahku dan mengatakan sesuatu yang membuat hatiku bergetar. “Untuk saat ini, keinginan terbesarku… . . ..” kata-katanya terhenti, mengambil kesempatan untuk menghela nafas. Kutunggu kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hingga kumerasa risih karena perawat itu menatapku begitu tajam. Kulihat matanya yang indah mengeluarkan air mata. Tanpa menghapus tetesan air mata di pipinya ia berkata “Aku ingin kamu menjadi sang pemimpi sejati, yang tak pernah terbangun hanya untuk mengucapkan aku lelah dengan hidup ini”. Air mataku menetes, tak kuhiraukan rasa sakit di kepalaku yang semakin lama terasa menyesakkan. Kutahan rasa sakit ini untuk memberikan senyuman kepada suster yang selama tiga minggu ini setia merawatku. Kuhela nafas untuk mengurangi rasa sakit yang bersarang di otakku. Kurasa keadaanku membaik saat ini, kubenarkan selimut dan ku ingin tidur sejenak sebelum aku pulang ke rumah.
****

Bagian 1
Kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah sederhana yang telah menjadi istanaku selama 16 tahun ini. Kulihat tanaman-tanaman layu tak terawat, bunga yang aku harapkan akan mekar dengan indah menjadi kering seperti keadaanku selama tiga minggu di rumah sakit. Mereka seakan-akan meraung mengharapkan perawatan dariku. “Sayang, cepatlah masuk, udara dingin tak baik buat kamu,” perintah mamaku. Akupun masuk kedalam menuju ruang kamar yang aku rindukan dengan desain warna kesukaanku, ingin rasanya segera menghempaskan tubuhku di tempat tidur. Lama aku terdiam memandang ke luar jendela kamar, kutatap pohon besar yang ada sejak dulu. Waktu kecil aku sering bermain ayunan di bawah pohon itu dengan sahabat-sahabat karibku..... ugh jadi ingat masa lalu. Masa dimana aku belum seperti ini, masa dimana aku senang bermimpi dengan teman-temanku menatap hari depan yang sangat indah..... sangat indah. “Sayang, tidurlah kamu masih butuh istirahat yang banyak agar kamu tidak terlalu lelah”, suara mamaku memudarkan lamunanku. “ Ma, kapan perawat untukku akan datang,” kataku sesaat kemudian setelah mamaku membenarkan selimut tebal yang membuat badanku terasa hangat. “ Sepertinya besuk pagi suster akan mulai merawat kamu, lagipula masa cuti mama sudah habis jadi mama besuk akan kembali kerja”, kata mama kemudian mencium keningku sebelum beliau pergi meninggalkan kamarku dan mengucapkan have a nice dream. Mataku tetap tak terpejam, aku masih memikirkan sahabat-sahabat lamaku, entah kenapa beberapa hari ini aku sering teringat dengan mereka. Mereka adalah teman-temanku sewaktu masa kecil dulu. Namanya Alena dan Rivano. Dua teman yang sangat aku rindukan kehadirannya. Dulu waktu kecil kita bertiga sering jalan-jalan ke bukit yang ada di belakang perkampungan sebelah. Seringkali orangtua kita marah-marah jika menyaksikan anak-anaknya basah kuyub karena kehujanan, pakaian kotor karena main tanah dan hal-hal yang sering dilakukan anak-anak jika bermain. Tapi kita tak peduli, dengan begitulah kita mengenal dunia luar dunia alam yang tak mungkin dilewatkan. Dunia yang indah laksana surga.
Alena, anak perempuan cantik, dengan rambut panjang terurai, mata bulat dan hitam bersinar, tubuh tinggi dan kurus. Anak seorang pengusaha kaya yang tinggal berseberangan dengan rumahku dulu. Jika dibandingkan dengan rumahku bagai bumi dan langit. Meskipun dari keluarga yang kaya dan terpandang, ia tetap ramah dan tak pernah menyombongkan apa yang dimilikinya apalagi kedermawanan ayahnya sungguh tak bisa dibayangkan kesempurnaan yang ada pada dirinya.Dia sangat menyukai musik, tangannya mahir memainkan piano. Sering dulu aku dan Rivano diajak menyaksikan pertunjukannya di atas panggung. Rivano, anak laki-laki yang mempunyai sikap patriotisme tinggi mempunyai kharisma pemimpin yang luar biasa. Kecerdasan dan kesempurnaan tubuh yang ia miliki membuat ia bermimpi ingin menjadi seoarang perwira seperti ayahnya. Tak heran kesempurnaan pada dirinya diturunkan dari ayahnya. Yang kusukai dari dirinya adalah kepolosan dan cara berpikirnya yang sangat cerdas.
Kini aku tak tahu keberadaan teman-temanku, semenjak Alena pindah rumah kemudian disusul Rivano yang harus ikut ayahnya pindah tugas di suatu daerah timur Indonesia. Semuanya jadi terpisah-pisah. Awalnya selama satu bulan kita saling berkirim surat namun, kian lama seiring dengan kesibukan yang aku lakukan membuat aku tak menyempatkan diri untuk membalasnya. Tuhan, aku yakin suatu saat nanti kita bertiga akan bertemu kembali.

****
to be continue...